Salah satu masalah yang dihadapi pelaku pasar modal yang tertarik berinvestasi di saham adalah alokasi untuk Penawaran Umum Perdana (IPO). Bagaimana jika, misalnya kamu memberikan penawaran sebesar Rp. 10 juta. Dalam jatah, kamu hanya mendapatkan jumlah Rp. 1 juta. Apakah kamu tahu cara investor dapat membeli lebih banyak saham dalam penjatahan IPO?
Penjatahan IPO bisa menjadi masalah, terutama bagi investor dengan perspektif ritel. Pasalnya, banyak penjamin emisi yang lebih tertarik dengan penawaran investor institusi.
Yang benar adalah bahwa investor institusional biasanya mencari jatah dengan nilai perkiraan dari puluhan hingga beberapa ratus miliar dolar. Hal ini terutama berlaku untuk perusahaan yang menargetkan tingkat emisi yang besar, seperti mulai dari Rp. 500 miliar sampai dengan Rp. 1 triliun.
Nilai pesanan investor ritel untuk surat berharga yang dijual dibatasi ‘hanya’ Rp 100 juta.
Mengapa investor ritel dipandang memiliki “satu mata” oleh penjamin emisi? Bukankah beberapa investor ritel yang mengumpulkan nilai penawarannya bisa bersaing dengan penawaran yang dilakukan investor institusi? Ini tidak mudah dilakukan.
Penjamin emisi lebih memilih penawaran investor institusional dibandingkan dengan pembeli ritel, tetapi bukan tanpa pembenaran. Penjamin emisi lebih memilih institusi daripada investor ritel karena terkait dengan tujuan mengumpulkan dana untuk IPO-nya.
Apa yang harus dilakukan investor ritel untuk mendapatkan porsi lebih besar dalam alokasi saham IPO? Pasar sekunder menjadi pilihan bagi investor ritel. Namun, sebelum melakukannya, investor ritel harus memastikan bahwa saham yang mereka lihat adalah milik perusahaan yang memiliki potensi kinerja yang sangat baik.
Setelah mengkonfirmasi saham yang ingin mereka investasikan pada investor dapat memutuskan untuk bergabung di pasar kedua. Pasar sekunder merupakan kelanjutan dari pasar perdana, dan dapat diakses setelah IPO. Saat itu, saham perseroan akan dicatatkan di Bursa Efek Indonesia (BEI) sehingga saham perseroan terbuka untuk diperdagangkan oleh masyarakat umum.
Pasar sekunder terdiri dari tiga jenis pasar, yaitu:
- Pasar Reguler
Saham yang diperdagangkan di pasar secara teratur memiliki satuan lot (1 lot sama dengan 100 saham) dan transaksi diselesaikan T+3. Tawar-menawar di pasar reguler dilakukan selama waktu perdagangan.
Sistem ini beroperasi melalui JATS, yaitu Jakarta Automatic Trading System (JATS). Saham dimiliki oleh investor ketika harga yang diumumkan kepada investor (bid) sesuai dengan harga penawaran (offer) saat ini.
- Pasar Negosiasi
Di pasar yang dinegosiasikan unit yang digunakan di pasar yang dinegosiasikan adalah unit lembar, dan transaksi diselesaikan oleh T+ dan yang bukan merupakan unit yang digunakan untuk membeli. Tawar-menawar terjadi langsung antara pelanggan. Artinya tidak dapat dilakukan melalui Bursa Efek.
Namun demikian, transaksi di pasar ini masih dalam penguasaan bursa dan dilakukan oleh Anggota Bursa (Surat Berharga).
- Pasar Tunai
Sistem pembayaran yang digunakan di pasar tunai disebut T+0. Dengan kata lain, ketika seorang investor membutuhkan uang di hari berikutnya, dimungkinkan untuk menjual saham melalui pasar secara tunai. Harga saham yang dijual akan lebih rendah dari harga saham saat ini.
Berlawanan dengan harga pasar primer saham di pasar sekunder tidak ditetapkan atau tetap. Mereka berfluktuasi. Fluktuasi harga di pasar sekunder disebabkan oleh permintaan dan penawaran. Selain saham, pasar sekunder juga berfungsi sebagai tempat untuk membeli atau menjual obligasi.
Biaya komisi untuk broker dan broker harus dipertimbangkan oleh investor di pasar sekunder. Komisi merupakan bentuk kompensasi yang dibayarkan kepada investor atas transaksi jual beli. Ini tidak terjadi di pasar bahwa investor tidak membayar biaya komisi untuk broker.
Investor dapat memanfaatkan layanan pialang setelah investor terdaftar sebagai klien di salah satu perusahaan pialang atau perusahaan sekuritas. Perusahaan yang menawarkan efek harus menjadi bagian dari Bursa Efek.
Anggota bursa adalah badan hukum yang berfungsi sebagai pialang efek atau perusahaan di bidang efek yang diberi izin sebagai pialang atau pialang.
Tidak ada saham baru yang diperdagangkan di pasar kedua. Saham yang diperdagangkan tidak dirancang untuk mendanai bisnis.
Hal ini disebabkan fakta bahwa pasar sekunder tidak terdiri dari perusahaan yangmemiliki saham yang tercatat di bursa. Transaksi di pasar sekunder hanya melibatkan investor. Artinya investor tidak membeli surat berharga langsung dari emiten.
Dengan demikian, pasar sekunder menjadi pilihan bagi investor yang tidak mengakuisisi saham suatu perusahaan melalui IPO. Selanjutnya mereka yang menerima saham saat IPO dapat memanfaatkan pasar sekunder untuk mendapatkan capital gain.
Investor A ingin membeli saham dari PT BCDE melalui pasar sekunder. Dengan demikian investor A tidak dapat membeli saham PT BCDE dari investor lain yang sudah memiliki saham, seperti investor F.
Investor A kemudian membeli saham PT BCDE yang dimiliki oleh investor F. Investor F membeli saham PT BCDE satu tahun yang lalu. Setelah menjual dan membeli di masa lalu, ma
Kepemilikan saham PT BCDE akan berpindah dari investor F ke investor A.
Jika biayanya lebih tinggi daripada saat kamu membelinya tahun lalu, investor F dapat memperoleh modal. Jika tidak, maka investor F menderita kerugian modal. Transaksi yang dilakukan melalui perangkat lunak yang memungkinkan perdagangan saham online atau perangkat lunak serupa adalah bagian dari pasar sekunder.
Investor tidak perlu khawatir tentang keamanan saat berdagang di pasar sekunder. Pasar sekunder beroperasi terus menerus. Legalitas diperlukan agar pasar berfungsi sebagai jalan bagi likuiditas dan modal bagi perusahaan dan investor.
Selain kemungkinan untuk mendapatkan lebih banyak jatah saham Pasar sekunder hadir dengan sejumlah keuntungan. Salah satunya adalah membantu investor yang membutuhkan dana baru karena bisa menjual sahamnya dengan cepat.